Saturday, March 27, 2010

Inilah Para Jagoan Super dari Dunia Islam

Unik tapi Fakta -SEMUANYA diawali dari obrolan di dalam taxi, saat Naif al Mutawa dan kakaknya menyusuri sepotong jalan di London, pada musim panas 2003. Muttawa, lelaki asal Kuwait itu, merasa lelah dengan pekerjaannya sebagai psikolog klinis. Selama ini dia tekun merawat tahanan politik korban penyiksaan akibat perang, di Rumah Sakit Bellevue, New York.

Dia sebetulnya adalah doktor untuk bidang itu dari Long Island University. Gelar masternya pun dipetik dari Columbia. Tapi, Mutawa jenuh. Dia mengambil jeda, dan kembali ke kampus untuk masuk program MBA, tanpa rencana pasti apa yang akan dilakukannya setelah itu.



“Naif, berjanjilah kamu akan kembali menulis,” ujar kakaknya seperti diceritakan kembali oleh Muttawa. Menulis sebetulnya adalah bakat besar Muttawa. Bukunya “To Bounce or not to Bounce” memenangkan hadiah Sastra Anak dari Unesco pada 1997. Dia dinilai sangat fasih bicara toleransi.

Ucapan kakaknya itu menyengat Mutawa. “Kalau aku kembali menulis, maka karya itu harus kuat seperti Pokemon,” ujar Muttawa, menyinggung tokoh komik anak-anak dunia itu. Lalu pikiran itu mulai berkelebat. Dia merasa dunia Islam punya banyak sumber mengagungkan toleransi. Dia teringat harta karun besar dari dunia Islam: perpustakaan Baghdad dan Alexandria di abad ke-14, yang tak hanya memuat pengetahuan Islam tapi juga dari peradaban non-Muslim.

“Saya lalu teringat 99 Sifat Allah,” Mutawa melanjutkan. Lalu cerita tentang Pokemon membayanginya, dan pada akhir perjalanan itu, satu ide tentang komik yang lalu merajai dunia Islam lahir.

***

Begitulah konsep “the 99” lahir. Muttawa lalu menciptakan serial kisah superhero yang memadukan fiksi dan peristiwa sejarah Islam, dengan muatan nilai universal. Diilhami oleh 99 sifat Allah, kisah “the 99” beranjak dari pertarungan kebaikan versus kejahatan. Kisah dimulai dari batu 99 yang pecah tersebar di sekujur bumi, dan setiap pecahan memuat satu sifat Allah.

Konteks cerita itu adalah abad ke empat belas dan lima belas, tatkala Baghdad dihancurkan Spanyol, dan lalu aksi dari 99 tokoh dari sembilan puluh sembilan negara berbeda yang menjadi superhero karena memiliki pecahan batu keramat itu. Tokoh-tokohnya tak semua dari Arab, tapi Muslim dari berbagai negara.

Misalkan, Jabbar si raksasa asal Arab Saudi dengan kekuatan fisik luar biasa. Lalu muncul Darr, pemuda cacat dari Amerika Serikat. Dia mampu memanipulasi mental lawannya. Ada pula si cantik pengendali cahaya, Noora. Dan karakter misterius, Batina.

Satu per satu jagoan lainnya muncul di seluruh penjuru bumi. Mereka bergabung di bawah komando sang peneliti yang haus pengetahuan, Dr. Ramzi. Energi maksimal melawan kejahatan akan mereka dapatkan jika menggabungkan kekuatan.

Mutawa cukup lincah memadukan unsur laga penuh aksi, perjuangan tanpa henti mengungkap konspirasi, dan memberantas kejahatan dalam “The 99”. Dia mampu menyihir pembaca dari Maroko hingga Indonesia. Itu sebabnya, Majalah Forbes mengukuhkan serial komik ini sebagai satu dari 20 produk berpengaruh pada 2008.

Meskipun para tokoh tampil bak X-Men dengan racikan nilai syariah, tapi komik ini tidak berpretensi menjadi komik Islam. “Saya ingin menyebarkan nilai tenggang rasa, keberagaman, dan tidak menghakimi yang ada dalam ajaran Islam dan juga dipercaya secara universal,” kata al-Mutawa melalui surat elektronik kepada VIVAnews, akhir Oktober lalu.

Benar, Mutawa memilih Islam sebagai latar seluruh tokohnya karena dia seorang Muslim. Dia menegaskan cerita The 99 bukan komik religius. Inilah yang membuat komik itu sukses menembus pasar negara-negara Barat di tengah gelombang fobia Islam. Raksasa industri komik di Amerika Serikat, Marvel, bahkan melirik komik ini.

Tampilan komik ini sebetulnya juga “sangat Amerika”. Maklumlah, Mutawa juga melibatkan sejumlah veteran komik dari negeri Abang Sam itu. Sebutlah penulis X-Men Fabian Nicieza, juru gambar Batman Dan Panosian, juru gambar Hulk John McCrea, dan pewarna Monica Kubina. Nama-nama ini pernah bekerja di Marvel atau DC Comics.

***

Yang menarik, komik itu menampilkan satu superhero asal Indonesia: Fattah. Nama asli tokoh rekaan itu adalah Toro Ridwan. Al-Mutawa mengaku tidak mungkin melewatkan Indonesia dari daftar 99 negara asal pahlawannya. “Indonesia dengan populasi Muslim terbesar di dunia merupakan pasar penting. Indonesia adalah juga satu-satunya negara Muslim yang memiliki budaya komik,” ujarnya.

Tokoh Fattah ini muncul dalam buku keenam “The 99”. Dikisahkan, hampir seumur hidupnya Toro Ridwan bekerja sebagai pelayan di satu kedai makan di Padang, Sumatra Barat. Usianya sekitar 22 tahun. Toro selalu berpikir hidupnya datar dan membosankan. Diam-diam, anak muda slengekan itu mengangankan petualangan besar yang bisa membawanya keliling dunia.

Suatu hari, Toro mampir ke satu toko loak sepulang bekerja. Puas mengaduk-aduk barang bekas pakai, Toro menemukan sebuah sabuk berhias batu mulia imitasi, dan membeli barang yang dianggapnya keren itu.

Baik Toro maupun pemilik toko tidak tahu batu di gesper sabuk itu bukanlah batu biasa. Apalagi imitasi. Batu itu adalah satu dari 99 Permata Nur yang berisi rahasia ilmu pengetahuan. Tanpa dia sadari, Toro telah mengambil langkah besar yang akan mengubah hidupnya.

Keesokan harinya, Toro menyelesaikan tugasnya mencuci piring dengan perasaan jemu. Dia melangkah keluar kedai makan, sambil berharap bisa memperoleh cuti panjang, dan pergi melancong ke tempat jauh. Alangkah terkejut, ketika mendadak dia menemukan dirinya berada di satu gunung bersalju. Toro mundur, dan kembali berada di pintu keluar restoran tempat dia bekerja.

Selama beberapa pekan, Toro baru sadar dia memiliki akses ke seluruh dunia berkat batu permata di sabuknya. Lelaki setinggi 168 centimeter ini terus berlatih membuka portal ke mana saja. Saat mengetahui keberadaan regu pahlawan super “The 99”, Toro memutuskan pergi ke markas kelompok itu di Paris.

Pemuda berambut hitam ini bergabung dengan Raqib dari Kanada, Noora, Jabbar, dan lainnya. Mereka bersatu menciptakan dunia damai dan sejahtera, melawan tokoh antagonis Rughal dan antek-anteknya di Nahomtech Corporation. Toro mendapat julukan “Fattah”. Artinya, jalan pembuka menuju kemenangan.

“Saat Islam mulai menyebar, agama ini disebut Fath atau pintu. Inilah alasan mengapa Fattah berasal dari Indonesia, karena Indonesia adalah Fath terbesar dalam sejarah,” tutur Mutawa yang pernah berkunjung ke Indonesia pada 2007 silam ini. “Toro Ridwan adalah Fattah dan dia mampu membuka pintu bagi teman-temannya. The 99.”

***

Selain nilai-nilai Islam, Al-Mutawa juga memasukkan sejarah dunia dalam “The 99”. Setiap pahlawan super, dalam komik ini adalah wujud kebajikan, dan pengetahuan tersimpan dalam perpustakaan Dar Al-Hikmah di Baghdad, yang dihancurkan tentara Hulagu Khan pada 1258.

Pengalaman al-Mutawa merawat bekas tahanan perang di Kuwait, dan pasien unit Penyiksaan Politik di Rumah Sakit Bellevue New York itulah yang membuka mata Mutawa mengenai bahaya intoleransi. Sebagian besar pasiennya, adalah korban perang Irak yang lari dari penyiksaan rezim Saddam Hussein.

Kontak langsungnya dengan orang yang disiksa akibat perbedaan agama dan pandangan politik meresahkan al-Mutawa. Dia memilih menulis untuk mengemukakan pendapat dan menciptakan teladan baru di dunia, terutama di Arab.

“Saya muak mendengar cerita orang-orang yang dikecewakan idola mereka. Saya memutuskan melakukan sesuatu,” ujarnya.

Keputusan ayah lima anak ini semakin kukuh karena prihatin melihat bacaan anak-anak di Timur Tengah. Di Nablus, Palestina, al-Mutawa pernah melihat album gambar tempel berjudul ‘Album Intifada’ berisi foto anak-anak yang terluka dan tangisan para ibu di tengah serbuan tank baja Israel. Teks berisi ajakan menjadi martir melengkapi gambar itu.

Hanya dalam empat bulan, buku itu sukses terjual hingga 40 ribu album lengkap, dengan 12 juta stiker. Penulisnya, seorang pendukung Hamas, membantah telah menyebarkan kebencian dan menyatakan bukunya hanya menampilkan apa yang setiap hari terjadi. Al-Mutawa menolak potret pahitnya kehidupan dalam ‘Album Intifada’ kepada anak-anaknya. Dia semakin bersemangat menggarap “The 99”.

***

Tiga tahun setelah pertama diterbitkan oleh Kelompok Media Teshkeel pada Juni 2006, komik ini meraih sukses. Gebrakan pertamanya didukung oleh 54 investor dari 8 negara, dengan biaya sekitar 8 juta dollar AS. Dana itu dari para pengusaha AS, Meksiko, China, Lebanon, Polandia, dan Mesir.

Kini, komik itu beredar lebih dari setengah juta kopi di pelbagai negara. Di Indonesia, Teshkeel menggandeng Grup Femina menerbitkan edisi bahasa Indonesia.




No comments:

Post a Comment